Hah? Apa sih judulnya? Kok, Laila? Yes, there’s no any error of that subject. Inget kan kejadian Tsunami tahun 2004 di kota Serambi Mekkah? Nah, waktu itu kebetulan ada book fair di pesantren kami. Then, I found the book that was entitled “Luka telah Menyapa Cinta”. Buku tersebut merupakan bentuk charity untuk korban-korban tsunami. Isinya adalah beberapa cerita fiksi yang ditulis oleh beberapa penulis dari Forum Lingkar Pena dan honor yang didapatkan dari penjualan buku tersebut disumbangkan kepada korban-korban di Aceh. And, I bought the book! Dari beberapa cerita di dalamnya, ada cerita yang begitu melekat sampe sekarang. That’s “Apa yang Kau Cari, Laila?”.
Sebenernya sih tulisan kali ini bukan ingin membahas sinopsis cerita tersebut, tetapi hanya ingin berkaca kepada diri sendiri. Di cerita tersebut – Laila – adalah perempuan cerdas dan ambitious. Dia mendapatkan beasiswa S3 di salah satu universitas di Canada (if I am not mistaken) sehingga dia harus meninggalkan suami dan anak semata wayangnya di kota kelahirannya, Aceh. Yaa… intinya mah gitu lah ceritanya. Seruuuu dan so surprised with that fiction.
Itu kan cerita udah lama banget. Dibaca juga udah dari jaman fir’aun disunat kali yaa. Lhoo kok baru dishare sekarang? Nah itu dia. Semakin tua kok ambisi saya semakin kuat ya. Semakin tak terbendung. Terlalu banyak keinginan “duniawi” yang ingin dicapai. Tidak ada salahnya memang. Toh kita memang harus “mendunia” dengan baik – sebaik mungkin untuk mengumpulkan bekal di akhirat kelak. Tapi bukan itu masalahnya. Terlalu banyak pertimbangan untuk mewujudkan semua sesempurna imajinasiku.
I do really wanna be a diplomat though I don’t know when it will happen. I don’t know whether tomorrow, next month, next year or five years later. I just believe that someday I will make it real. I am 24 on this August. I think I’m too old to reach all. Of course it’s about getting married. Dilemma terbesar saat ini sebenarnya adalah tentang hal yang satu itu. Perempuan mana sih yang ga mau nikah? Pacaran udah lama. Almost 5 years. Seandainya gue 5 tahun lebih mudah dari umur saat ini, seandainya gue memanfaatkan waktu di lima tahun sebelumnya dengan baik. Yaa… if only.
Menikah itu memang bukan kewajiban. Tapi kalau jodohnya sudah dekat, untuk apa sih nunggu lama-lama? Nah tuh tau. Cuma yaa itu tadi. All dreams. I don’t wanna feel regret karena menikah sebelum semua mimpiku tercapai. But I also don’t wanna feel the same if I am not getting married soon because of my selfishness. Bukan soal takut menjadi perawan tua. Bukan soal usia, bukan karena sebagian besar temanku sudah menikah. Bukan. Tapi, entahlah. It’s too difficult to tell by words. Memang semua bisa dilakukan setelah menikah. Hanya saja I am still enjoying hanging out with my friends. My new friends in college – the younger girls than I am. Of course! I am still curious of my career then. I still wanna concentrate on my lecturing. Of course, my dreams. I wonder if I reach all, I will forget that I am an ordinary girl. I need someone and I have now. I am worrying that I will lose all what I have now because I keep on hoping being a diplomat and anything that I want to be. I don’t wanna be like Laila on that story I told you above.
I am preparing my wedding on this December as we are planning. I am not sure whether it’s only a joke or a part of my life which will be started. Kita emang ngomongin menikah saat ini. Iyaa.. Desember ini. Can you imagine? Kita bahkan belum melakukan lamaran bahkan orang tua masing-masing pun tidak mengetahui ini dengan pasti. Yes…. It’s only our joke to get married on this December. Actually, we are really serious to get married but still I tell you, I am worrying about my dreams then. I told my boyfriend. And again, he only said “just enjoy the show”.
Yes, just enjoy the show today and seize the day. Stand up for the life. Carpe diem quam minimum credula postero.