Happy Birthday to Me

Happy Birthday To Me 24Today is just exactly my birthday. There are no more wishes today. I just wish that I could be an ordinary girl – no ambition, no fear, and no selfishness. I wish I can make “new me” better. I, of course, still arrange my future as perfect as I imagine, but without ambition. I wish I could.

I just wanna be a positive thinker that God has been preparing something best for me. I know about it all along. Just give it up to Him come what may.
I have no more wishes about gift – again. At all events, I didn’t get all what I wanted, but needed. Everything will be wondrous in time.
Happy Birthday to Me…. All the best for me. I am the princess of the day, do not make any sadness though. 🙂

BUKAN GALAU

Sekedar Cerita

Jumat, 22 Agusts 2014.

PT Hydropower pukul 17.00. Bel pulang udah bunyi setengah jam yang lalu. Tapi, gue masih berkonsentrasi pada layar monitor. Bukan karena kerjaan yang banyak. Tapi memang jam pulang hari ini berbeda. Dimajukan 30 menit dan berbeda pula dari jam kantor staff lainnya. Aneh memang. Tapi yasudahlah. Nikmatin saja.

Di sini adalah perusahaan ke-6 tempat saya bekerja. Tapi sepertinya nyawa di sini sudah akan berakhir di akhir bulan ini. Bukan karena tidak betah, atau gaji kecil. Atau alasan apapun yang mendasari seseorang keluar kerja. Bukan itu. Ada banyak cerita yg sudah dilalui di sini. Hari ini adalah hari ke-5 saya bekerja di sini. Semua rekan terlihat baik. Fasilitas yang baik, ruangan yang nyaman dan sangat privasi. Ritme pekerjaan yang tidak terlalu berat. Semuanya serba enak. Juga menjadi anak kost yang berbeda seperti sebelumnya. Ibu kost yang baik. Toilet bersih, sarana lumayan baik. Terus apa yang bikin nyawanya mau hilang? Entahlah. Aku merumuskan beberapa hal tentang tempat ini dan keputusan berikutnya. Di sini terlalu nyaman, terlalu jauh dari rumah. Terlalu asik dengan duniaku nantinya. Kembali, aku merasakan ada sesak di sini. Ada kesedihan di dalam hati. Aku tidak tau apa. Tapi, aku memastikan, ini adalah tentang ambisiku.

Setelah resign dari perusahaan terdahulu. Perusahaan yang memberikan banyak ilmu. Gue berpikir untuk bisa bekerja dengan hal-hal yang lebih baik lagi. Dengan gaji yang lebih bagus, fasilitas yang lebih baik, dan semuanya yang lebih baik. Terus untuk apa semua itu? Gue juga ga tau. Mungkin hanya sekedar ambisi.

Ada empat perusahaan/ tempat yang saya datangi untuk interview dari beberapa tempat yang menjadwalkan interview. Pertama adalah Islamic International School, kedua salah satu the world’s leading certification, ketiga di sini dan yang terakhir manufacture di dekat rumah. I made a priority and you know? This place is actually my last priority. I crave to work in the second place. I made it to be my top priority then the last place, the first place and the last is my job now.

Mungkin di sini yang terbaik. Wallahu’alam. Aku selalu meminta petunjukNya. Semoga semua yang aku inginkan diberi petunjuk. Jika memang top priority aku bukan yang terbaik, maka jangan ada informasi mengenai kelanjutan kerja di sana. Tapi, I received a call from the company to continue the recruitment process. God, is it the best for me? Tidak sesederhana itu memutuskannya. Saya selalu ingin menjalin hubungan baik dengan siapapun. Kelak, ketika aku memilih untuk resign dari sini. Apa yang harus aku katakana? Aku tidak memiliki keberanian untuk memutuskan – untuk mengatakan hal ini. Mereka semua baik. All is well here.

Tapi, apapun yang aku ambil. Semoga yang terbaik. Terlebih aku tidak memutuskan sendiri. Aku meminta banyak saran dari teman. Beberapa pertimbangan matang. Kadang untuk mendapatkan sesuatu memang harus mengakhiri sesuatu yang lain. Harus mengorbankan hal lain. Di sini memang baik. Tapi mungkin zona nyaman ini memang harus diakhiri. Pertimbangan yang lainnya yang tidak perlu saya sebutkan. Semoga kelak, apapun hasilnya tidak menyakiti banyak pihak. Aamiin….

[*] Apa yang Kau Cari, Laila? [*]

Hah? Apa sih judulnya? Kok, Laila? Yes, there’s no any error of that subject. Inget kan kejadian Tsunami tahun 2004 di kota Serambi Mekkah? Nah, waktu itu kebetulan ada book fair di pesantren kami. Then, I found the book that was entitled “Luka telah Menyapa Cinta”. Buku tersebut merupakan bentuk charity untuk korban-korban tsunami. Isinya adalah beberapa cerita fiksi yang ditulis oleh beberapa penulis dari Forum Lingkar Pena dan honor yang didapatkan dari penjualan buku tersebut disumbangkan kepada korban-korban di Aceh. And, I bought the book! Dari beberapa cerita di dalamnya, ada cerita yang begitu melekat sampe sekarang. That’s “Apa yang Kau Cari, Laila?”.

Sebenernya sih tulisan kali ini bukan ingin membahas sinopsis cerita tersebut, tetapi hanya ingin berkaca kepada diri sendiri. Di cerita tersebut – Laila – adalah perempuan cerdas dan ambitious. Dia mendapatkan beasiswa S3 di salah satu universitas di Canada (if I am not mistaken) sehingga dia harus meninggalkan suami dan anak semata wayangnya di kota kelahirannya, Aceh. Yaa… intinya mah gitu lah ceritanya. Seruuuu dan so surprised with that fiction.

Itu kan cerita udah lama banget. Dibaca juga udah dari jaman fir’aun disunat kali yaa. Lhoo kok baru dishare  sekarang? Nah itu dia. Semakin tua kok ambisi saya semakin kuat ya. Semakin tak terbendung. Terlalu banyak keinginan “duniawi” yang ingin dicapai. Tidak ada salahnya memang. Toh kita memang  harus “mendunia” dengan baik – sebaik mungkin untuk mengumpulkan bekal di akhirat kelak. Tapi bukan itu masalahnya. Terlalu banyak pertimbangan untuk mewujudkan semua sesempurna imajinasiku.

I do really wanna be a diplomat though I don’t know when it will happen. I don’t know whether tomorrow, next month, next year or five years later. I just believe that someday I will make it real. I am 24 on this August. I think I’m too old to reach all. Of course it’s about getting married. Dilemma terbesar saat ini sebenarnya adalah tentang hal yang satu itu. Perempuan mana sih yang ga mau nikah? Pacaran udah lama. Almost 5 years. Seandainya gue 5 tahun lebih mudah dari umur saat ini, seandainya gue memanfaatkan waktu di lima tahun sebelumnya dengan baik. Yaa… if only.

Menikah itu memang bukan kewajiban. Tapi kalau jodohnya sudah dekat, untuk apa sih nunggu lama-lama? Nah tuh tau. Cuma yaa itu tadi. All dreams. I don’t wanna feel regret karena menikah sebelum semua mimpiku tercapai. But I also don’t wanna feel the same if I am not getting married soon because of my selfishness. Bukan soal takut menjadi perawan tua. Bukan soal usia, bukan karena sebagian besar temanku sudah menikah. Bukan. Tapi, entahlah. It’s too difficult to tell by words. Memang semua bisa dilakukan setelah menikah. Hanya saja I am still enjoying hanging out with my friends. My new friends in college – the younger girls than I am. Of course! I am still curious of my career then. I still wanna concentrate on my lecturing. Of course, my dreams. I wonder if I reach all, I will forget that I am an ordinary girl. I need someone and I have now. I am worrying that I will lose all what I have now because I keep on hoping being a diplomat and anything that I want to be. I don’t wanna be like Laila on that story I told you above.

I am preparing my wedding on this December as we are planning. I am not sure whether it’s only a joke or a part of my life which will be started. Kita emang ngomongin menikah saat ini. Iyaa.. Desember ini. Can you imagine? Kita bahkan belum melakukan lamaran bahkan orang tua masing-masing pun tidak mengetahui ini dengan pasti. Yes…. It’s only our joke to get married on this December. Actually, we are really serious to get married but still I tell you, I am worrying about my dreams then. I told my boyfriend. And again, he only said “just enjoy the show”.

Yes, just enjoy the show today and seize the day. Stand up for the life. Carpe diem quam minimum credula postero.