Wedding Preparation

Hhhiiiyyyaaaa…………. sampailah pada mood yang bagus, yang dapet banget feel nya buat nulis tentang hal penting nan sakral yang satu ini. Yups… Wedding! It isn’t about the real wedding preparation actually, tapi sengaja aku tulis di sini barangkali ada yang mau membagikan pengalamannya juga tentang hal ini. Hehehe… 😀

Sebenernya kepagian banget sih kalo hari gini udah ngomongin persiapan pernikahan yang sebenernya aku dan calon misua berencana menikah entah kapan. hmmm…. yasudahlah tak apa, jadi begini pemirsah, aku dan calon misua ku ini udah pacaran 3 tahun. Buang-buang waktu sebenernya, ga ada nilai ibadahnya dan cuma menumpuk dosa. Menyadari hal tersebut, kami pun mulai membicarakan tentang pernikahan. Yaahh… namanya juga belum pernah menikah, dan berharap menikah hanya sekali seumur hidup, pastinya moment penting ini pengen dilakukan se-special mungkin. Tapi depends on budget juga sih. sudah tentu dan menjadi hal yang sangat penting dan sensitif pula masalah budget ini harus dibicarakan dan dipertimbangkan matang. Apalagi orangtuaku sudah tidak mampu memberi lagi. But well, restu dan doa mereka adalah yang paling penting insyaallah. Amiiinn……..

3 tahun pacaran itu rupanya belum membuat saya matang dan benar-benar matang memutuskan untuk menikah. Pertama, usia yang masih 22 tahun, jalan 23 tahun Agustus nanti jika Allah masih memberikan umur, heheh… kedua, Aku masih sangat menginginkan melanjutkan pendidikan, mengejar cita-cita menjadi diplomat (amiinnn……), ketiga, orangtua calon misua yang masih menginginkan anaknya lulus kuliah terlebih dahulu, dan masih banyak ritual lainnya yang disyaratkan orangtuanya.Berbeda dengan orangtuaku yang menginginkan aku segera menikah, lantaran sudah terlalu lama pacaran menurut mereka, juga statusku yang dilangkah oleh adikku. Tapi sebenarnya, orangtua cami ku itu tidak terlalu menargetkan anaknya biar begini dan begitu dulu baru memberikan restu kepada anaknya. Mereka baik, aku sudah sangat dekat dan berbaur dengan mereka bahkan keluarga besarnya di Jogja, selalu welcome ketika aku datang ke rumahnya dan yang paling menjadi nilai plus adalah mereka sudah seirng menyinggung masalah keseriusan hubungan kita. Misalnya membicarakan rumah untuk tempat kita tinggal kelak, pekerjaan, dan wejangan-wejangan tentang berumah tangga kedepannya. Alhamdulillah…….. dan sampailah target di mana kami memutuskan untuk menikah kelak. Tahun depan Insyaallah. AMiin….. :). Dan sudah pasti menjadi beban moral sebenarnya ketika kita sudah sangat dekat dengan keluarga pasangan namun pembicaraan mengenai masa depan pernikahan belum dibuka sejak dini (menurut saya lho). jadi ini jugalah yang memacu kami untuk serius dan fokus tentang pernikahan.

Cincin pernikahan tanda penyatuan jiwa mempelai lelaki dan perempuan

Tetapi, inti masalahnya bukan hanya hal di atas, tetapi juga kesiapan lahir dan bathin. Kelak kedepannya masalah keegoisan diri masing-masing sudah bisa teratasi. Apalagi perbedaan pendapat mengenai konsep pernikahan itu sendiri. Lagi-lagi budget yang harus menjadi objek terpenting yang dibicarakan. Keinginan aku yang ingin memiliki resepsi yang “Wah” tentu saja harus diseimbangkan dengan kesanggupan si cami. Yaa.. bukan berarti semua biaya ditanggung cami, tetapi dialah yang akan menjadi imam ku kelak, jadi hal tersebut harus berdasarkan kesepakatan pula dan menuruti pertimbangannya selama itu masih diterima akal sehat. hihihiihii….

Untuk meringankan beban pernikahan itu sendiri, sebenarnya aku sudah menyiasatinya dengan menyicil sebagian yang bisa untuk dicicil. Misalnya sudah dari tahun sebelumnya aku menyicil barang-barang untuk seserahan. kelihatannya sepele memang, tetapi hantaran dan tradisi dari pihak pria untuk pihak wanita yang satu ini cukup bikin ribet aku dan calon misua. Keinginan aku yang tidak bisa diganggu gugat inilah yang lumayan bikin repot. All the things must be gold, itulah yg aku inginkan. Dari make up, semua harus Giordani gold by oriflame :D, Sandal, sepatu, Tas, Pouch, baju, sprei dan lain sebagainya itu harus bernuansa gold. Peralatan seperti inilah yang bisa dicicil tiap bulannya sampai menjelang hari besar tiba. Kalau semua sudah terkumpul, tinggal disusun dan dihias. Kemudian souvenir, berhubung budgetnya tidak sebanyak yang disiapkan anang-ashanty atau Nia Ramadhani-Ardi Bakrie :D, jadi aku berpikir untuk mengeluarkan budget yang sedikit di salah satu souvenir atau undangan. jadi, keinginan aku itu adalah menjadikan undangan atau souvenir itu menjadi sesuatu yang useful dalam jangka panjang dan tidak lantas dibuang begitu saja setelah diterima. Untuk undangan, aku memiliki opsi yaitu dijadikan notebook atau frame. Jika demikian, berarti budget undangan harus lebih besar dari yang dianggarkan. dan dengan demikian pula souvenir harus dengan harga yang lebih dan jauh lebih terjangkau. Atau pun sebealiknya, souvenir yang dibuat lebih mahal dari undangan. Walaupun dipertimbangkan bersamaan, tetapi keputusannya tentu harus lebih awal, lantaran souvenir bisa kita cicil pembeliannya, sedangakan undangan benar-benar sudah harus menentukan hari di mana acara akan dilangsungkan.

Padahal lamaran saja belum kami langsungkan, tapi persiapan inilah yang sudah gatal dipersiapkan. lagi hot-hotnya dibicarakan lantaran sudah banyak dari teman kami yang sudah terlebih dahulu naik pelaminan. Sambil menimba ilmu dari yagn sudah-sudah, juga meminta saran dan pengalaman mengenai pernikahan, maka kami bisa lebih banyak mempertimbangkan semuanya. Doa dan harapan yang selalu kami panjatkan semoga dapat menjadi pondasi dan bekal atas niat baik yang sedang kami susun. semoga bisa menjadi nilai ibadah dan bermanfaat bagi kami dan orang-orang di sekitar kami. 🙂

Hmmm…. Jika kedua orangtua kami telah merestui, lalu apalagi yang ditunggu? Allah dan restuNyalah yang sedang kami tunggu. Yang kami yakin Dia sedang menyiapkan hal terindah untuk pernikahan kami kelak. Selanjutnya adalah persiapan-persiapan detailnya untuk acara kami. yang semoga sempat diarsipkan di blog ini. hehhee…

Amiiinnnn Allahumma amiinn… kelak semuanya akan indah pada waktunya. 🙂

Yes… I learned to Love, Here!

     Aku mencintai karya tulis, aku suka menulis, aku suka berbagi, aku suka mencintai – dicintai, aku pernah membenci, aku sedang merindu, aku sedang berusaha, aku berdoa, aku berbuat salah, dan Aku belajar sedang belajar dan akan terus belajar.

     Hobby menulisku sering kali aku tumpahkan pada catatan harianku. Kejadian-kejadian yang pernah aku alami baik hal besar, istimewa bahkan hal-hal kecil sekalipun akan aku tumpahkan di sana. Namun, buku harianku nampaknya sudah mulai usang lantaran jarang sekali aku sentuh, apalagi aku goreskan tulisan-tulisan yang berisi kisah perjalanan yang aku alami. Yaahh… biar bagaimanapun aku tetap suka berbagi dan menulis apa yang aku inginkan. Pada dasarnya, Aku tidak pandai menulis secara grammatical, menulis berdasarkan EYD apalagi mengenal lebih dalam mengenai sastra dan tata bahasa, tetapi aku belajar menyempurnakannya. Semoga setiap kalimat yang aku rangkai dapat bermanfaat, paling tidak untuk diriku sendiri. Karena dengan menulis kita dapat merasakan dua kali peristiwa, when you passed it and when you read it – again.

     Seperti yang pernah aku tulis sebelumnya di halaman ini, aku tidak berniat membagi semua masalah, keluh kesah dan peristiwaku kepada yang lain dengan menulis, tetapi aku menulis untuk berbagi semua hal yang aku tahu untuk diriku sendiri, di sini, di halaman ini. Seperti pada tulisanku kali ini, I try to recall about everything called “Pesantren”.

     Pesantren, hmmm… siapa yang mengira bahwa aku menghabiskan hampir seluruh masa hidupku di sini – pesantrenku. Masa-masa yang seringkali aku rindukan. Namun tampaknya sisi kehidupanku jauh dari latar belakang pesantren, santri atau hal-hal yang mendasarinya. Tetapi aku tetap bangga dan mencintai kehidupan di sini. Di sinilah tempat di mana aku mendapatkan banyak sekali pelajaran, sahabat, dan segudang ilmu tentunya. Sayangnya, dulu aku tidak memanfaatkan dengan baik masa-masa “nyantri”ku dulu. Yaa… hampir 5 tahun aku tidak lagi berkecimpung pada hal-hal yang berbau pesantren; melakukan sholat tahajud, shalat berjamaah di masjid, tadarus al-quran, menghafal al-quran, belajar bahasa Arab, kitab kuning, hadits-hadits, juga pelajaran-pelajaran agama yang dulu membuatku bosan berkutat dengan itu dan itu saja. Astaghfirullah…

     Sebenarnya tulisan ini tidak sengaja ingin aku rangkai lantaran tadi (malam minggu) yang aku habiskan bersama seseorang dan beberapa temannya. Kemudian aku menceritakan kisah-kisahku bersama sahabat-sahabatku di pesantren. Kisah ini mungkin jauh sekali dari sisi kehidupan pesantren. Tapi aku berhasil melewatinya. Dua sisi yang berbeda di satu tempat. 😀

     Aku, Diah, Rani dan Ayu. Kami adalah empat serangkai yang besar dan merasakan masa remaja kami di pesantren. Mungkin aku pernah bercerita tentang mereka sebelumnya di sini. 😀 Yaa… mereka adalah seorang sahabat yang ketika membuka mata ada mereka dan menutup matapun ada mereka. Kami adalah empat serangkai yang memiliki sudut pandang berbeda dan luas mengenai kehidupan (versi kami). Menjalankan hal-hal di luar aturan adalah hobby kami. Jadwal ketat dan super padat yang dimiliki oleh pesantren-pun bisa kami ubah sesuka hati dan hal ini tidak dimiliki oleh yang lain di pesantren.
Dengan jadwal sedemikian padat, aku dan mereka bisa menyempatkan waktu untuk mengunjungi bioskop setiap minggu atau paling tidak hitungan satu bulan. Padahal pada waktu itu kami memiliki waktu yang di antaranya adalah;

04.00                 = Sholat Tahajud Berjamaah

04.30                  = Sholat Shubuh Berjamaah

04.45 – 06.00  = Selesai Menghafal Al Quran

07.00                  = Apel Pagi dan Membaca Ikrar Ahli Shuffah

07.00 – 11.30   = Kegiatan Belajar (Umum) Selesai

12.00                   = Shalat Dzuhur

12.15 – 13.30    = Tadarus Al Quran d/a Muraja’ah Hafalan pada waktu Shubuh

13.30 – Ashar   = Makan Siang dan Istirahat d/a Mengikuti Pelajaran tambahan

15.00                   = Sholat Ashar Berjamaah

15.45 – 17.30    = Hafalan Hadits

18.00                   = Shalat Maghrib

18.00 – 19.00   = Membaca Al Quran, kemudian Makan malam

19.00                   = Shalat Isya Berjamaah

19.30 – 20.30   = Kelas Bahasa

     Dan begitulah seterusnya setiap harinya jadwal yang kami lalui selama masa nyantri. Bayangkan dengan jadwal yang cukup padat aku, Diah, Rani dan Ayu mampu membuat “Jadwal Sendiri” demi memuaskan keinginan kita. 😀

     Kabur dari pesantren adalah hal yang biasa kami lakukan, tapi selalu saja ketahuan dan walhasil kita selalu dikenakan sanksi untuk menebus kesalahan yang telah dilakukan, yakni menghafal ayat dalam QS An Nur yang berisikan tentang pelanggaran izin (Dulu Hafal, sekarang?) 😀

     Yang paling berkesan adalah ketika seorang tukang ojek menyambangi pesantrenku untuk meminta pertanggung jawaban atas perbuatan yang kami rasa adalah benar. Peristiwa ini bermula ketika seorang teman lama kami berniat merayakan ulang tahunnya dengan mengajak kami ke Taman Hiburan Dufan. Karena jadwal yang padat, kami terpaksa meninggalkan dua mata pelajaran terakhir, namun tetap saja tidak berhasil “cabut” tepat waktu sesuai yang direncanakan karena beberap sebab, yaitu orangtua Dian dan Rani mengunjungi pesantren. karena tidak ingin saling tunggu, Aku dan Ayu memutuskan untuk pergi terlebih dahulu dengan hanya membawa uang untuk ongkos sejalan, hal ini adalah untuk menghindari perbedaan tempat yang telah disepakati untuk bertemu. Tapi ternyata teman lama kami sudah menunggu di TKP dan aku tidak bisa menyusul ke sana lantaran kami hanya membawa ongkos sejalan. Rencanapun gatot alisa gagal total karena waktu yang tidak memungkinkan kami menyusul ke Dufan. Akhirnya kakak dari temanku memberikan kami ongkos pulang ke pesantren. Sesampainya di Pesantren ternyata Rani dan Diah sudah sampai di tempat di mana aku dan Ayu menunggu dan Mereka memutuskan mengganti acara yang gatot tersebut dengan pegi ke bioskop. Aku dan Ayu kemudian menyusul. Di sanalah awal mula kejadian dengan si tukang ojek tersebut. Kami menghabiskan uang yang kami bawa sampai tidak tersisa sedikitpun bahkan untuk ongkos pulang. 😀 akhirnya kami memutuskan untuk menumpangi dua jasa ojek yang akan dibayar di Pesantren nanti ketika sampai. Aku dan Diah, Ayu dan Rani. Pada waktu itu Aku dan Diah yang terlebih dahulu sampai di asrama, kemudian kami membayar sesuai yang sudah disepakati dengan memberikan dua lembar rupiah yang seharusnya dikembalikan 40 ribu, tetapi si ojek pergi begitu saja dan mebawa sisa kembalian. Tidak ingin rugi, kemudian sesampainya Ayu dan Rani, kami meminta sisa kembalian yang tidak dikembalikan oleh ojek yang aku tumpangi. Dan kami rasa selesailah masalah.

     Keesokan harinya, salah satu dari si tukang ojek tersebut mengunjungi kami kembali. Yaa.. kembali ke pesantren. Dia berdalih bahwa ojek I dan ojek II berkelahi lantaran uang kembalian yang aku minta. Si Ojek I tidak terima dan sampailah perkara mereka ditangani oleh polantas yang sedang bertugas di dasana. Alih-alih mengatakan bahwa kami akan diperiksa oleh polisi untuk dimintai keterangan, sang ojek I pun meminta kami untuk membayar sejumlah uang yang cukup besar kala itu apalagi ukurang anak sekolah seperti kami. 😀

“saya kasihan melihat adik-adik semua kalau polisi sampai membawa kalian, saya juga memiliki anak perempuan”.

“saya sudah menyogok sejumlah uang, tetapi polisi tidak menerimanya. Mungkin kalau adik-adik membayar lebih maka akan selamat”.

Kira-kira itulah yang diucapkan si tukang ojek I tersebut. Hmmm…… untung kami cerdas! 😀

Beralasan ingin mencari sejumlah uang, maka kami memutuskan untuk pergi namun tidak lama kemudian kami kembali dengan alasan akan memberitahu pihak pesantren mengenai hal ini agar si ojek mengurungkan niatnya untuk meminta uang kepada kami. Dan berhasilll Horeeeee… dia terlihat begitu panik dan kembali mencari alasan untuk medapatkan uang dari kami. Namun tidak disangka seorang kepala sekolah datang menemui kami dari sebuah laporan yang disampaikan seseorang yang melihat kami. Dan sampailah kami pada peristiwa eksekusi di sebuah ruangan. Dengan demikian terbongkar pula aksi nekat yang kami lalukan tanpa seizin pihak pesantren. 😦

     Kisah tukang ojek ini adalah satu dari segudang peristiwa yang terjadi pada AKu, Diah, Rani dan Ayu di Pesantren. 😀

      Berhubung waktu sudah menunjukan pukul 02.10 dini hari, maka saya cukupkan menulis. Dan esok akan aku lanjutkan dengan peristiwa yang terjadi selanjutnya. hihihihiiii………….. 😀