Spamming oh Spamming

Miris. Kata tersebut mewakilkan seluruh peristiwaku minggu lalu. Hidup sendiri di Jakarta, indekos, dan kuliah di waktu weekend benar-benar sudah merebut hariku. Walhasil yang bisa saya lakukan hanyalah killing time di kantor. Sesampainya di kost, tak banyak yang dapat saya lakukan, semuanya tidak jauh dari bercumbu dengan kasur dan bantal, ditemani sekeliling cucian, makanan ringan, make up, dan buku-buku yang nyaris tak pernah tertata rapi. Apalagi yang bisa dilakukan selain dengerin lagu, browsing hal-hal yang kurang bermanfaat dan spamming di social media. (emang dasar males yee). Yaa… sulit dipungkiri memang bahwa di zaman serba modern seperti sekarang ini, kebanyakan manusia sudah bergantung pada gadget. Sama halnya seperti saya, rasanya segala sesuatu lebih praktis dengan gadget dan sambungan internet, tapi ada sekelebat kisah di sini.

When phones continue to get smarter and thin,

people continue to get fatter and dumber.

Social-Media-Spam-300x200Baiklah, cerita ini juga sebenernya cuma spamming semata. Setelah Senin lalu berburu rezeki dari Cileungsi menuju Cilandak yang hampir tidak pernah melewati ketidak-macetan di ibukota Indonesia tercinta ini, walhasil jam 10 kurang saya baru sampai di kantor dengan pakaian sedikit lepek karena hujan deras mengguyur Jakarta pagi itu. Sampai kantor ada setumpuk desk study yang harus direview oleh auditor dan macam-macam tugas lainnya yang harus diselesaikan. Fiuuhhh…. Belum lagi grup di Whatsapp sudah berkicau sedari malam mengenai mid-term Phonology yang syukurnya sih take home karena asli dosennya jarang masuk. Hampir nangis Karena kesulitan mengerjakan UTS phonology tersebut yang the lecturer said that the answer sheet which wasn’t submitted on Monday evening wouldn’t be accepted. Yaa memang segala sesuatu sudah ada konsekwensinya sih, terlebih saya “memilih” bekerja sambil menuntut ilmu. Lecturing for working and working for lecturing. Okesip….

Dan malam sebelumnya saya made a deal with a blogger to translate 5 articles every day. Tentu agak kesulitan untuk bisa mencapai target. That’s why saya bekerjasama dengan beberapa teman kuliah. Then, we just finished 20 articles on Friday night. Ga apa2lah yaa namanya juga newbie. Nah sesampainya di kosan, disela-sela menjadi “autis” karena killing time dengan gadget satu2nya yang saya miliki di kamar kost, walhasil kegalauan mulai melanda. Dari liat status-status teman yang sudah “sukses”, mereka-mereka yang sudah berkeluarga, juga merasa terharu dan tertegun melihat perkembangan seorang gadis yang notabene adalah adik kelas saya dulu. Lalu saya berkaca, apa yang sudah saya dapatkan di dunia ini? Juga yang sudah saya persiapkan untuk bekal di akhirat kelak. #wah berat nih yee bawa-bawa akhirat. Hahah… Gadis ini berumur dua tahun di bawah saya. Dia adalah lulusan hafidzah Al quran dari Yaman kalau tidak salah. Gadis yang saat ini menjadi dosen untuk sekolah tahfidzul quran di Malaysia, pasti akan sangat membuat bangga orang tuanya. Akan banyak pria sholeh dan ahlul syurga – isnyaallah – yang mengantri. Subhanallah. Nah gue? Yang ada di otak gue cuma duniawi saja. Hiksszz…..

Dan seketika saya mulai kembali merasa tertekan, apakah harus tetap pada keputusan saat ini atau berbalik arah. Hhmmpphh…… terlebih ada pesan BBM masuk dari dosen yang sudah saya anggap seperti kakak perempuan saya. Beliau tiba-tiba mengirim chat yang isinya adalah “Ay, jangan sampe kamu berpikir untuk tidak menikah yaa…” wow banget ga sih? Yaa… saya memang sudah mengubur semua rencana pernikahan begini dan begitu yang sempat saya arsipkan di blog ini. Bukan karena saya dan calon pasangan saya putus atau apapunlah itu namanya. Kita masih baik-baiklah intinya mah. Dan si Miss Y. ini juga bertanya apa yang membuat saya tertarik dengan dia dan banyaklah pertanyaan-pertanyaan yang isinya adalah asmaraaaa.. hiiyaa….

Memang tidak ada kesamaan di antara kita. Hobby, pola pikir, sudut pandang, cita-cita, ambisi, sikap dan semuanya. We are really different, but we might be made for each other. Aamiinn….. saya juga cukup merasa beruntung dengan “curcol” saya dengan miss Y. malam itu. Ketika beliau bertanya mengenai keluarganya terhadap saya, saya tentu langsung berkata bahwa saya diperlakukan seperti tamu istimewa setiap kali menginjakkan kaki di rumahnya. And you know what she replied to me? Miss Y. said that she was really happy to hear that the complicated girl like me could be accepted in his family. Hahahaha…. yes, I admit that I am a complicated girl she might ever see.

Keesokan harinya, teman sekantor, seangkatan, sepantaran, minta tolong tuh buat bantuin bikin label undangan pernikahan dia dan suaminya pada 20 February ini. Hhmm…. Apalagi yang terjadi selanjutnya coba selain gue dibully di seantero kantor. Didoakeun mugi-mugi cepet nikah. Weleehhh weleehh…. Diaminin juga belom kepengen sih. Ga diaminin takut juga. Hahah….

Pas makan siang, saya dengan beberapa teman kantor lainnya memilih keluar kantor untuk mencicipi ikan bakar di kawasan Cilandak Mall. Di sana, semuanyaaaa adalah ibu rumah tangga dengan beberapa anak. Mereka kurang lebih berusia 32 hingga 40 tahun. Cuma saya dan Mba scheduler yang berusia 30 tahun yang belum berkeluarga. Mereka semua bercerita susahnya berumah tangga di bawah 5 tahun usia pernikahannya. Tahun pertama pasti akan kaget dengan sikap masing-masing yang beda banget. Belum lagi di tahun ke dua, ke tiga, dan keempat. Heuhheeuuhh…. Jadi mikir lagi apakah saya siap menikah atau tidak. Tentu siap donk, kan cita-cita anak lima. Hahahahha…..

Nah, inget lagi nih sama temen deket yang menikah di awal tahun 2014 lalu. Dia hampir setiap hari curhat tentang ketidakharmonisan rumah tangganya. Kalo kasus ini sih beda, apa yang bikin beda? Keadaan ini dia sendiri yang buat. Padahal pasangan dan keluarga pasangannya sayang banget sama dia. Belum lagi liat para pasangan muda nan alay yang bentar2 spamming di akun sosialnya tentang keluarganya. Lakinya ga pulang kantor, update status. Dibeliin pizza ma lakinya update status. Lakinya jauh-jauh pulang kantor buat makan siang masakan bininya diupdate juga di akun social. Weleeehhh weleehh… udah nikah jangan lebay ah.. kalo itu sih masih tidak terlalu miris memang. Nahh yang lebih miris adalah berantem di akun social. Alih alih update status bahwa suaminya tidak pantas dimaafkan karena sudah kesekian kalinya melakukan kesalahan, laaahh… apalaagi coba kalau tuh laki pasti ketauan main serong. Ga perlu lah yaa diupdate di akun social. Udah gitu nemu juga nih temen lama yang update gini “gua putusin juga tuh senar raket, kalo perlu sama gagangnya juga.” Ini pasti si suami rajin main badminton (asli ini emg gini kenyataannya, secara dia cerita langsung). Dan masih banyak lagi koleksi status alay dari para alayers di akun jejaring social mereka. Semoga saya tidak demikian nantinya. Eh ini termasuk ghibah ga sih? Kan ga mention nama. Berarti ngga kalii yaa.. semoga sih nggak. Heheh… yaa lo juga sama ajah kali. spamming di sini, ngomongin orang lagi. lah kan ga ada namanya. lagian ini akun, akun pribadi gue. yang nyasar ke sini juga jarang. kalopun ada. tuh orang lagi sial ajah kali yes… #apasih

Udah kali yaa spammingnya. Udah bingung apalagi yang mau di-spam. Heuheuuhh….